Pages

Friday, September 10, 2010

My Life Path (Chapter 7)

Annyeong! (again)
Karena keterlambatan yang sangat tidak bisa diampuniii... Makanya, kali ini post langsung 2 yah? Hehehe, OKD!

(Sica's POV)
Waah, sungguh hari yang melelahkan sekali. Tapi untung aja photoshoot tadi siang tetep berjalan dengan lancar.
Pada malam harinya, tiba-tiba perutku lapar sekali... Jam berapa ini? Hah? Jam 11 malam. Duh, tapi perut ini nggak mau dengar. Hmm, makan diluar aja deh. Wait, sendirian? Huuh, apa Krystal udah tidur? Coba deh kuajak dia aja.

Dan beberapa lama kemudian...

Wah! Yahoo!!! Dia belum tidur rupanya. Akhirnya kami berdua makan malam dulu deh diluar, mencari restoran dekat rumah... Ah ada! Yang disebelah warnet itu kan lumayan enak dan buka 24 jam karena biasanya habis dari warnet orang-orang disana langsung makan disana. Warnet kan 24 jam juga... Hehe, walaupun kata orang sih kalo makan lewat jam 6 sore nanti bisa gemuk. Itu sangat dilarang juga untuk model sepertiku ini. Tapi untuk darurat, ya sudahlah.

1 jam kemudian, aku dan Krystal pun selesai makan dan langsung keluar restoran. Huaahmm, setelah makan tuh mengantuk sekali ya? Jelas aja, ini udah tengah malam sih. Tapi kalo langsung tidur, aku bisa benar-benar jadi gemuk seperti omonganku barusan! Apa yang harus kulakukan...
Saat baru aja kami mau masuk ke mobil, ada taxi yang lewat. Nothing special. Hanya kulihat ada Xander didalam taxi itu. What? Kenapa Xander malam-malam begini dari warnet... Ah lupakan aja. Mungkin aku salah lihat.

Tapi aku mulai merasa janggal sejak saat itu. Sepertinya dia sengaja menjauhiku. Setiap kali ada photoshoot bersama denganku, dia selalu menolak dan akhirnya selalu digantikan oleh Eli. Kemana sikapnya yang dulu? Sekarang begitu dingin... Apa ada masalah dengannya? Dan akhirnya aku mencoba menanyakan masalahnya.

"Xander, ada yang mau kutanyakan..."
"Mianhamnida, Jessica noona. Aku sedang sibuk sekarang. Permisi." dan dia langsung pergi.
"Mianhamnida? Kenapa memakai bahasa se-formal itu padaku? Kenapa memanggilku noona lagi, bahkan Jessica, bukan Sica lagi? Kau mengucapkannya tanpa rasa apapun seperti kita memang tidak saling kenal! Ya! Xander! Xander!" teriakku. "Xander... Jebal..."
Dia tetep nggak memperdulikanku seperti hari-hari sebelumnya. Terlebih lagi, sikapnya bukan berubah padaku aja, tapi juga pada rekan kerja lainnya, sutradara ahjussi, bahkan Eli.

"Eli... Apa kau tahu ada terjadi apa dengan Xander?" tanyaku pada Eli.
"Na jeongmal mollayo, noona... Setiap kali diajak bicara denganku juga begitu. Walaupun dia tetep mengerjakan pekerjaannya dengan baik, tapi..."
"Jadi apa yang harus dilakukan?"
"Ottoke... Ah! Aku punya ide bagus, noona. Gimana kalo kita datang ke apartemennya?"
"Aku nggak tau alamatnya..."
"Bersamaku aja deh. Selesai photoshoot ini, langsung kesana aja. Gimana?"
"Hmm, keudae..."

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Seperti ide Eli, kami pun datang ke apartemen Xander. Eli menunjukkan kamarnya dan akupun mengetuk pintu itu.

"Nuguseyo?" katanya sebelum membuka pintu.
"Ini gw, Eli. Buka pintunya."
"Nggak ada yang perlu diomongin. Pergilah."
"Tapi ini penting!" Desak Eli.

Xander pun membukakan pintu untuknya. Tapi saat ia melihatku, ia langsung menatap Eli lagi dengan tajam.

"Kenapa dia disini?"
"Katanya ada hal yang mau ditanya ke lu..."
"Tapi ngapain dia disini?"
"Lu tiba-tiba berubah sikap begini, makanya dia..."
"GW TANYA KENAPA DIA BISA ADA DISINI, DI APARTEMEN GW?!"
"Hhh, gw yang tunjukin tempatnya. Lagian gw juga ada perlu sama lu."

BRAK!!!
Pintunya dibanting dan dikunci lagi oleh Xander.
"Pergi."
"Hey, Xander! Buka pintunya! Emang kenapa sih?! Lu buka lah cepetan!" Eli mulai kesal.
"Gw suruh lu pergi!"
"Xan..."
"Sekarang!" kata Xander yang terus menolak.
"Apa karena aku jadinya Eli pun nggak boleh masuk?" tanyaku.
"....."
"Xander..." kataku lagi.
"... Ya."
"Keurom... Aku akan pergi..."

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(Xander's POV)
Bener-bener menyebalkan. Untuk apa Eli bawa-bawa Sica kesini segala? Terserah gw dong mau kayak gimana jadinya. Ini hidup gw kok. Dan cuma gw yang berhak tentuin, bukannya kalian ikut campur. Susah banget sih disuruh pergi aja.

"Apa karena aku jadinya Eli pun nggak boleh masuk?" tiba-tiba Sica mulai berbicara.
"....." gw ga tau mau ngomong apa.
"Xander..." tanyanya lagi.
"... Ya." jawab gw.
"Keurom... Aku akan pergi..." katanya lagi.

Sica benar-benar pergi... Ini... Apa ini pilihan yang paling tepat? Tapi kalo gw nggak bilang gitu, malah nanti Sica nanya alasannya. Dan... Gimana kalo ternyata dia emang bersaudara dengan Krystal? Nggak, nggak. Gw nggak bisa lakukan itu. Nggak bisa, nggak bisa... Harus bisa!!!
CKLEK!
Gw langsung lari keluar kamar dan menuju lift. Lantai 1.. 2.. 3.. Ah, lama sekali! Kapan lift ini sampai ke lantai 8? Apalagi harus sesuai urutan, naik sampai lantai terakhir (12) baru turun lagi!
Akhirnya gw putuskan untuk turun lewat tangga. Walaupun ini dari lantai 8 sekalipun. Caranya? Tentu aja... Lari!!!

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Belum, belum... Semoga dia belum pergi..."
Gw terus berdoa sambil menuruni tangga itu dengan gesit. Tapi tiba-tiba...
"AAA!!!"
BRUKK!!!!!!
"Sial, gw jatoh dari tangga barusan! Ah nggak apa. Tinggal 1 lantai lagi..." gw langsung berdiri. "Au!"
Kenapa lagi sih nih kaki?! Gila, sakit banget... Haish!

Tapi gw tetep harus kejar Sica. Gw gamao kalo dia sampe ngira gara-gara dia gw jadi cuek ke semua orang. Gw gamao kalo dia terus-terusan salahin diri sendiri tanpa tau penyebabnya. Dan kalo ternyata dia emang saudara Krystal, gw...

"SICA!!!" gw teriak dari kejauhan. Sica udah hampir masuk ke mobil dan gw sangat berharap dia denger teriakan gw.

Yes! Keliatannya dia denger teriakan gw barusan, karena dia sekarang lagi nyari-nyari sumber suara tadi. Dan gw pun coba menghampiri dia.

"Sica..."
"Xander? K-Kau menyusul? Omo... Kenapa berkeringat begini?" Sica langsung mengeluarkan saputangan yang ada di mobilnya dan mengelapnya ke muka gw.
"Turun tangga." jawab gw singkat.
"Mwo?" Dia tampak kaget. Yah, wajar lah... "Waeyo? Kamarmu lantai 8. Apa lift nya rusak? Tapi tadi saat kupakai nggak tuh..."
"Haha, kau ini lucu sekali. Tentu aja lift nya nggak rusak! Tapi terlalu lama, nanti nggak bisa menyusulmu. Ini aja kau udah mau masuk mobil."
"Xander... Kau memanggilku Sica lagi, aku senang." katanya sambil tersenyum.
"Itu... Mianhae, sebenarnya bukan kesalahanmu. Sungguh."
"Gwaenchana. Kau bisa menceritakan masalahmu bes... Xander? Kau kenapa? Xander?"
"Umm, gwaenchana... Ah, sampai jumpa besok..."
"Jangan pura-pura. Itu kakimu kenapa? Apa yang terjadi tadi?"
"Anni. Na... Na jeongmal gwaenchana! Sekarang kau masuk dalam mobil dan pulang aja ya, udah sore... Besok pasti kuceritakan semuanya." gw berusaha mengelak. Gw paling nggak mau melihat Sica murung begini, apalagi karena gw. Dan ini kedua kalinya!!
"Nggak! Kau bohong! Kau terlihat sangat sakit dengan kakimu itu! Cepat, masuk ke mobil! Kuantar kau ke rumah sakit sekarang!" dan dengan terpaksa gw akhirnya masuk mobil...

Huh, apa sifat semua yeoja itu kalo sedang khawatir malah jadi pemaksa? Seonsaengnim, omma juga, bahkan Sica...? Mungkin memang udah keturunan dari nenek moyang semua yeoja didunia (Eva). Kalo gitu kasihan sekali nenek moyang namja nya (Adam), iya kan?

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sesampainya dirumah sakit, Sica menuntun gw sampai ke waiting room dan dia langsung mendaftar ke resepsionisnya. Setelah selesai, dia duduk disebelah gw sambil menunggu giliran.

"Kakimu sebenarnya kenapa sih?" tanyanya.
"Umm, keseleo..."
"Benarkah?"
"Ne..."
"Baiklah... Mungkin diterapi sedikit oleh dokter juga udah sembuh. Lain kali hati-hati ya."
"Mm."

Gw tetep nggak bisa ngatain yang sebenernya kalo gw udah jatoh dari tangga sampe kayaknya ini kaki mulai mati rasa...

"Ttokbaro hae, Neon jeongmal Bad boy~ Sarangbodan hogisimppun..."

Sepertinya itu dering HP Sica.

"Yeoboseyo? Ah, omma... Nanti aja, sebentar lagi kok. Aah~ Ne, araseo... Annyeong. Saranghaeyo, omma." lalu Sica menutup teleponnya.
"Pasti dari omma mu."
"Ne..."
"Disuruh pulang karena udah malam?"
"Kau tahu?!"
"Tentu. Udah ketebak tuh di wajahmu. Hehe... Ya udah, pulang aja sana. Udah malem lho."
"Bagaimana denganmu?"
"Aku bisa pulang sendiri. Kau yang bilang kalo keseleo aja sedikit terapi bisa langsung menyembuhkan. Iya kan?"
"Iya sih, tapi... Xander... Kau bisa pulang sendiri."
"Ne. Naik taxi aja."
"Ooh, keudae...A-annyeong... Jangan lupa kalo besok kita ada jadwal, jangan menghindariku lagi."
"Bogoshipo."kata gw tiba-tiba.
"Neee???" dia kaget sekali, haha...
"Anni. Annyeong!"
"Kayaknya tadi kau barusan bilang 'bogoshipo' padaku. Benar kan?"
"Apa kau sedang menggodaku malam-malam begini?!"
"Aa... Bukan! Mu-mungkin hanya perasaanku aja... Mianhae."

Dan dia pun langsung masuk ke mobil dan pergi pulang. Hahaha! Wajahnya tadi merah bagai kepiting rebus! Seru juga ya mengerjai seorang noona~


To Be Continued

Credit: http://k-starsff.blogspot.com/2010/09/my-life-path-chapter-7.html
Made by: Gizelle

Terbalas kan hutang gw??? Nggak cukup??? (jangan ketagihan! sabar! ini belom selesai tau!!)
wkwkwk kalo gitu udah dulu ya~
Gomapta^^

No comments:

Post a Comment